Setelah sekian lama vakum tidak menulis, kali ini saya ingin menulis tentang sustainability di dunia packaging. Sempat ramai dibicarakan karena ada video yang viral menunjukkan keberanian seseorang meminum air hasil larutan kemasan plastik tersebut. Hal ini untuk membuktikan bahwa kemasannya aman untuk diminum dan aman buat lingkungan, tag line nya adalah " I'm No Plastic". Masalahnya, permasalahan kemasan plastik ramah lingkungan itu tidak sesederhana yang dibayangkan. Sedikit mundur ke belakang, beberapa waktu lalu saya mengikuti launching sebuah kemasan plastik multilayer yang diklaim bisa untuk didaur ulang dan memiliki nilai ekonomis untuk dikumpulkan para pemulung. Salah satu informasi yang menarik didapat ternyata sampah plastik yang tersebar di daratan dan lautan itu memiliki banyak jenis. Kantong plastik kresek yang sekarang mulai dilarang penggunaannya di beberapa daerah hanya menyumbang kurang dari 15 persen dari keseluruhan sampah plastik yang ada. ...
Kemasan Retort adalah salah satu kemasan yang agak rumit permasalahannya. Dari sekian banyak perusahaan flexible packaging yang ada di Indonesia hanya beberapa yang benar-benar expert dan memiliki "know how" untuk menghasilkan kemasan retort yang berkualitas. Adhesive quality, material, reliable process, personal discipline, timing, semuanya ikut menentukan. Hal ini kadang kurang dipahami para brand owner terutama di level umkm. Pemahaman mereka bahwa semua plastik adalah sama dengan tipikal single layer (PE,PP, HDPE), membuat mereka membeli kemasan tanpa melakukan konsultasi terlebih dahulu terhadap penjual. Dan ketika diproses isinya luber kemana-mana karena bocor. Umumnya kasus yang saya temui dari para pemain umkm ini adalah mereka membeli kemasan vakum kemudian di retort. Uniknya ada yang berhasil tetapi sebagian besar pasti bermasalah. Yang berhasil ini kemungkinan bisa jadi temperaturenya tidak terlalu tinggi dan prosesnya hanya sebentar atau plastik vakum yang...