Tahu kerupuk kulit kan? Makanan yang
terbuat dari kulit sapi atau kerbau ini cukup sering kita temukan di
warung-warung makan. Kalau orang padang menyebutnya “kerupuk jangek” atau di
jawa disebutnya “rambak”.
Umumnya kerupuk kulit ini dikemas dengan
menggunakan plastik PE atau PP yang monolayer. Pemahaman yang ada, kemasan monolayer
dianggap kurang bagus dalam memberikan proteksi terhadap isinya. Apakah memang
begitu ?
Mari kita belajar dari kemasan plastik kerupuk
kulit yang saya temukan ketika belanja di salah satu hypermarket.
Kemasan plastik kerupuk ini memiliki
ukuran 35mmx17mm dengan berat +/-16 grm. Transparansinya yang cukup bening
mengindikasikan bahwa jenis plastik ini adalah PP. Berhubung saya tidak memilki
thickness gauge, saya mencoba mencari tahu thickness material secara theory
saja. Dengan asumsi density 0.91, maka akan didapat thickness plastik adalah
+/- 147 micron.
Produk makanan seperti kerupuk rambak ini
sangat sensitif terhada uap air. Karena kalau terlalu banyak menyerap uap air
maka kerupuk ini menjadi alot atau kenyal untuk digigit. Kalau sudah demikian
maka harus ditarik dari pasar atau dibuang karena dipastikan sudah tidak ada
yang mau membelinya
Jadi target utama dari pengemasan untuk
produk ini adalah bagaimana menjaga supaya kerupuk ini tidak terlalu banyak
menyerap uap air, dalam hal ini indikator pengukurannya adalah WVTR (Water
Vapor Transmission Rate).
Sekarang mari kita cari tahu berapa WVTR
dari kemasan PP 147 micron ini. Berdasarkan program yang di dapat di website Norner,
didapat hasil sebagai berikut :
Dengan asumsi parameter yang diberikan,
maka didapat bahwa PP 147 micron ini memiliki transmission rate 1.8 g/(m2 day).
Artinya adalah, dengan plastik ketebalan 147 micron ini, uap air yang bisa
masuk kedalam adalah sebanyak 1.8 g/(m2 day). Apabila dikalikan dengan luas
plastik yang 0.119m2, maka kemasan ini akan kemasukan 0.2 grm uap air dalam 24
jam. Kalau saja dengan uap air sebanyak 5 grm kerupuk dalam kemasan sudah
menjadi alot, maka kerupuk kulit tersebut bisa bertahan selama 25 hari. Bandingkan
ketika anda taruh di udara terbuka. Dalam 12 jam sudah tidak enak dimakan lagi.
Hasil yang cukup bagus untuk kemasan skala
ekonomis. Bahkan kalau dibandingkan, hasil ini masih lebih baik daripada struktur
multilayer seperti OPP20/PP20/CPP40 yang bisa memiliki transmission rate di
atas 3 g(m2 day).
Kesimpulan :
1. Kemasan monolayer tidak selamanya jelek dalam memberikan
proteksi terhadap produk makanan. Meskipun monolayer tetapi apabila dibuat
lebih tebal maka bisa memberikan proteksi yang baik juga.
2. Para pengusaha umkm perlu mengetahui hal seperti ini untuk
menghindari pembelian kemasan dengan spesifikasi yang agak berlebihan. Bisa
jadi dikarenakan perputaran penjualan kemasan rambaknya cukup cepat dibawah 3 minggu
misalnya, cukup dibuat plastik dengan ketebalan 80 micron. Jadi bisa menghemat
biaya.
Catatan : Hasil perhitungan dan analisa diatas didasarkan
asumsi dari penulis. Bisa jadi praktek dilapangan memberikan nilai yang berbeda
dikarenakan sesuatu dan lain hal.
Comments
Post a Comment