Kalau saya perhatikan mengenai inovasi-inovasi dari industri packaging di Indonesia terutama untuk flexible packaging rasanya kok masih kurang ya... Para pemain packaging cenderung bermain “safe” dengan mengikuti bentuk-bentuk kemasan yang standar dan umum di pakai. Hal ini mungkin bisa jadi karena para owner pabrik memang dari awal tidak merancang pabrik itu untuk melakukan sebuah R&D. Lebih kepada “selling the product” sebanyak mungkin dan kalau perlu semurah mungkin sehingga modal yang dikeluarkan bisa balik secepat mungkin. Pemikiran mengenai “competitive advantage” atau “value added” suatu product sepertinya belum mendapat perhatian serius.
Hal ini bisa dimaklumi karena persaingan di industri packaging di Indonesia boleh dibilang sudah cukup ketat. Kalau saya melihatnya sudah mengarah kepada pricing competition. Perusahaan yang tidak bisa bersaing, harga yang tidak kompetitif dan kualitas pas-pasan, siap-siap untuk tersingkir dari persaingan. Meskipun ada beberapa perusahaan packaging yang sudah punya “brand image” yang bagus sehingga bukan mereka yang mendatangi customer, tapi customer lah yang mendatangi mereka, tapi tetap di product-product tertentu mau tidak mau mereka harus ikut berkompetisi dalam hal harga ini.
Saya suka memperhatikan perkembangan- packaging di luar sana seperti di eropa atau amerika. Dari situ bisa kita lihat bahwa perusahaan-perusahaan asing tersebut gemar melakukan inovasi-inovasi. Mereka tidak ragu untuk mengalokasikan dana untuk melakukan riset, baik itu riset sendiri atau kolektif misalnya dengan para machine maker. Dan hasilnya adalah dari riset-riset yang mereka lakukan akhirnya menciptakan ceruk pasar baru yang bisa menghindarkan mereka pada perang harga, yang bisa membuat perusahaan tersebut “stand out among the crowd”.
Salah satu contoh yang cukup menarik bagi saya adalah inovasi mengenai pembungkus burger yang disebut dengan “Pleatpak”. Keluhan-keluhan dari para “burger fans” mengenai ribetnya makan burger dengan pembungkusnya seperti suka tercecernya saus, acar atau bumbu yang lainnya saat dimakan sehingga tangan menjadi kotor , justru menjadi “opportunity” bagi tim R&D untuk menelurkan kemasan “Pleatpak” ini. Sebuah kemasan yang environmental friendly, mudah dipacking, mudah dibawa, mudah dibuka, yang membuatnya memiliki sebuah value added yang sedang menjadi trend saat ini. Karena value added inilah maka sebuah perusahaan bisa bertahan lama atau lebih “sustain” terhadap ketatnya persaingan di industri kemasan, sebuah perusahaan yang memiliki konsep “sustainability”.
Itu hanya salah satu contoh inovasi. Ada banyak inovasi-inovasi lain yang bisa dilakukan untuk menciptakan sebuah value bagi perusahaan packaging. Misalnya penggunaan sticker sebagai konsep “easy to open”. Saat ini yang saya lihat baru kemasan tissue basah yang menggabungkan konsep flexible packaging (flow wrap) dengan sticker (open-close). Padahal hal ini sebenarnya bisa diimplementasikan kepada kemasan snack, permen atau kemasan lainnya yang membutuhkan kemasan dengan konsep “easy to open”. Mungkin sudah ada beberapa perusahaan yang memikirkan hal ini dan belum terealisasi dikarenakan beberapa kendala misalnya terkait dengan food safety, shelf life atau modifikasi mesin, tetapi hal tersebut seharusnya bisa diatasi dengan melakukan komunikasi dan kerjasama yang baik antara perusahaan packaging, machine maker dan customer itu sendiri.
Memang tidak mudah untuk melakukan inovasi tersebut. Perlu modal, perlu resource, thinking out of box dan yang terpenting komitmen dari pemilik pabrik…Tetapi bukankah kesuksesan itu senantiasa berada dibalik kesulitan dan kesusahan yang dihadapi ?? atau seperti kata orang..No easy money my friend..Selamat ber Inovasi…J
Comments
Post a Comment