Skip to main content

PS Labels (Sticker) vs Wet Glue Labels (Label biasa)

Dalam acara label summit di Bali akhir bulan Mei kemarin, Brenton Barret (President Multicolor Corporation) menyampaikan data tahun 2011 mengenai market share label secara global. Informasi yang didapat dari Allied Development/AWA ini menyebutkan bahwa dari seluruh pangsa pasar label dunia, 40% dikuasai oleh sticker dan 38% dikuasai oleh label biasa (wet glue labels), sedangkan sisanya dimiliki oleh Shrink Sleeve, InMouldLabel dan kemasan lainnya.
Untuk kawasan Asia Pasifik sendiri berdasarkan data yang disampaikan oleh Ibu Ariana dari IPF, pemakaian label biasa masih lebih besar dari sticker yaitu 43% oleh label biasa dan 37%  oleh sticker. Tidak ada data yang spesifik mengenai pemakaian label biasa di Indonesia, tapi melihat banyaknya produk-produk makanan yang menggunakan label biasa  kemungkinan besar kontribuasinya masih cukup besar di Indonesia dibandingkan sticker.
Besarnya market share produk yang menggunakan label biasa yang ada di Indonesia, para pemain sticker melihat ini sebagai sebuah kesempatan untuk mengembangkan pasarnya. Tetapi permasalahannya adalah untuk mengalihkan preferensi Brand Owner dari menggunakan label biasa menjadi sticker tidak semudah yang dibayangkan. Ada beberapa kendala yang dihadapi oleh para pengguna label biasa untuk beralih ke sticker.
 1. Harga Label;
Ini merupakan kendala utama yang menjadi penghalang bagi para brand owner untuk beralih ke sticker. Perbandingan harga bahan sticker yang bisa mencapai 2 kali lipat lebih mahal membuat perusahaan menjadi ragu dengan cost saving yang bisa didapat.
 2. Kapasitas;
Kecepatan mesin labelling sticker yang tidak secepat label biasa, tidak menutup kemungkinan akan membuat para brand owner harus menggunakan 2 mesin labelling sticker untuk mengimbangi produktifitas mesin label biasa yang ada. Artinya perlu tambahan manpower, sesuatu yang sangat dihindari dengan kondisi upah yang semakin tinggi saat ini.
 3. Capex pengadaan mesin baru;
Dengan menggunakan bahan sticker, berarti mesin yang lama tidak digunakan lagi dan harus membeli mesin labelling baru. Menggantikan mesin lama yang dianggap masih produktif dengan mesin yang baru dengan teknologi yang berbeda bukanlah sesuatu yang mudah untuk meyakinkan para pemilik modal.

Apakah dengan kendala yang disebutkan diatas membuat celah untuk beralih ke sticker menjadi tertutup? Tentu saja tidak. Ada beberapa kondisi yang  harus diperhatikan oleh para brand owner yang jika beralih ke sticker justru sebenarnya bisa memberikan nilai lebih bila dibandingkan dengan label biaya.
Berikut kondisi-kondisi yang perlu diperhatikan tersebut :
 1. Waste yang tinggi 
 Salah satu competitive advantage dari mesin label biasa adalah “low labelling cost” yang susah untuk di “lawan” oleh mesin labelling sticker. Tetapi harus diingat konsep “low labelling cost” ini bisa menjadi “high labelling cost” apabila didalam prosesnya, dikarenakan sesuatu hal, ternyata memiliki waste yang tinggi, misalnya lebih dari 40%. Biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan rework, seperti pembelian material tambahan, adhesive, labour cost, overehead dan maintenance cost, apabila dijumlahkan jangan kaget kalau biaya yang dikeluarkan bisa jadi akan sama dengan mesin labelling sticker.
 2. Speed tidak optimal :
Kecepatan mesin label biasa memang lebih tinggi, terutama mesin-mesin tipe rotary. Tetapi dalam aplikasi di produksi, kecepatan maksimal yang tercantum di buku manual mesin tersebut ternyata tidak bisa didapat misalnya karena karakter dari lemnya, bahannya, botol/kalengnya, electronic devicenya, dan lain-lain. Kalau demikian kondisi yang dihadapi, sebaiknya mulai untuk memikirkan beralih ke sticker.
 3. Banyak jenis ukuran dan bentuk berbeda:
Apabila produk-produk yang di labelling memiliki banyak jenis ukuran dan bentuknya berbeda-beda (sepertinya trend mengarah kesana), maka penggunaan label biasa tidak akan ekonomis. Karena setiap pergantian ukuran biasanya perlu waktu yang lebih lama bila dibandingkan dengan mesin labelling sticker. Waktu untuk membersihkan, penyesuaian part dan settingan lainnya pada dasarnya adalah biaya juga.
 4. Pilihan lem yang bervariasi :
Tidak seperti label biasa, sticker memiliki banyak pilihan jenis lem sehingga memberikan fleksibilitas bagi para brand owner. Misalnya dalam proses labelling sticker dimungkin kan untuk mereposisi ulang sticker yang sudah ditempelkan di botol tanpa merusak stickernya. Hal ini bisa terjadi karena karakter lem yang tidak langsung merekat dengan kuat setelah ditempelkan. Perlu aging time selama rentang waktu tertentu, tergantung spesifikasi dari supplier bahan.
Bahkan sticker dengan komposisi lem biasa pun apabila setelah proses labelling dilakukan dan didapat botol dengan posisi yang tidak pas, bisa dilakukan reposisi dengan syarat  rentang waktu tidak lama (masih dalam proses inline). Seandainyapun sticker rusak saat dilepas, botol bisa langsung dimasukkan kembali ke jalur infeed botol yang lagi berjalan tanpa perlu pembersihan khusus seperti label biasa. Artinya “low waste”.
 5. Ingin kelihatan ekslusif:
Ini adalah competitive advantage dari sticker yang tidak dimiliki oleh label biasa. Apabila brand owner menginginkan perubahan penampilan terhadap kemasannya sehingga menjadi lebih “iconic”, lebih atraktif, lebih bersih dan rapih, sebaiknya menggunakan sticker. Dengan teknologi percetakan sticker yang semakin canggih, brand owner bisa melakukan kombinasi printing terhada designnya. Mulai dari penggunaan screen printing, holographic foil, special ink (thermo/gravure), sticker berbentuk buku, adalah sesuatu yang umum digunakan di dunia percetakan sticker. Belum lagi penggunaan bahan “no label look” yang bisa membuat botol ada terkesan premium.
Dengan penjelasan diatas, semoga brand owner bisa memutuskan apakah akan menggunakan label biasa atau sticker untuk kemasan produknya. Yang jelas dari segi biaya jangan membandingkan cost antara label biasa dan sticker secara cost per unit label, karena sudah pasti pilihannya jatuh ke label wet glue. Harus dilakukan pendekatan “total cost” untuk mendapatkan biaya yang sebenarnya dikeluarkan.

Comments

  1. sangat bermanfaat artikelnya.
    cetak shrink label botol harga terjangkau hub.0856 7340 573

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Adhesive Anchor Coating untuk Laminasi Extrusi

Pada artikel sebelumnya, saya menulis tentang penggunaan adhesive water-based di dry-lamination system. Sekarang saya ingin menyampaikan tentang penggunaan water-based di extrusion-lamination system. Sebenarnya tidak terlalu pas juga dibilang water-based karena pengunaan air sebagai pelarut hanya sedikit, paling banyak pelarut yang digunakan adalah Ethanol/Methanol/IPA. Di dunia coverting flexible packaging, penggunaan adhesive pada laminasi extrusi biasa digunakan pada resin PE. Hal ini dilakukan untuk memperkuat kekuatan bonding(daya rekat) antara film. Makanya suka disebut juga sebagai adhesive anchor coating, berfungsi layaknya “jangkar” yang memperkuat rekatan film. Di Indonesia umumnya jenis adhesive yang digunakan adalah solvent based, yang water based masih sedikit. Beberapa perusahaan yang saya kunjungi sudah menggunakan water-based tetapi jenis yang digunakan adalah “polyethylene imine”, dan jenis ini tidak terlalu bagus menghadapi kelembapan. Produk yang coba saya taw...

Botol Aqua dengan QR Code

Beberapa waktu lalu ketika mampir ke salah satu toko hyper market, saya melihat botol air mineral merk Aqua kemasan 600ml dengan desain grafis yang lain dari biasanya. Setelah melihat lebih dekat, disitu tertulis  “40 tahun Aqua bersama untuk Indonesia. “Ooo..edisi khusus untuk perayaan 40 tahun Aqua ternyata..” kata saya dalam hati. Desain grafisnya dirancang oleh Renata Owen  (ada tertulis di desain label). Dari hasil rancangan Renata ini sepertinya ingin memunculkan kekayaan budaya Indonesia dengan menampilkan gambar wayang, orang membatik, dan motif-motif daerah lainnya. Yang membuat saya tertarik terhadap botol dengan desain baru ini adalah dengan dimunculkannya QR Code atau  Quick Response Code. Kode ini bekerja seperti barcode, hanya saja QR code lebih memiliki banyak fitur dan kapasitas penyimpanan kode yang lebih besar daripada barcode. Kode ini terdiri dari dot  berbentuk kotak dan berwarna hitam yang ditata dalam grid dengan dasar warna putih. ...

Durian… baunya yang menembus batas… (part 2)

Kembali lagi ke masalah durian.. Di dunia packaging ada istilah O2TR yang secara sederhana bisa dijelaskan bahwa O2TR itu adalah lamanya proses migrasi oksigen yang diukur dalam satuan cm3/m2, atm 24 jam. Untuk lebih detilnya mungkin akan dibahas ditulisan berikutnya. Nah berkaitan dengan durian tadi, salah satu faktor kenapa durian setelah dimasukkan kedalam wadah plastik tersebut masih bisa tembus keluar aromanya, dikarenakan material plastik tersebut memiliki nilai O2TR yang cukup tinggi dan pada umumnya wadah plastic tersebut struktur plastiknya adalah berbahan dasar keluarga PE. Oleh karena itu, untuk menahan aroma durian tersebut maka kita harus  mencari plastik yang memiliki "barrier properties" oxygen yang cukup baik. Material plastik tersebut salah satunya bisa PET atau Nylon. Dimana kita bisa menemukan material ini ? Kalau masih berbentuk single layer memang agak susah karena tidak dijual umum. Banyak digunakan  oleh perusahaan flexible packaging untuk membuat kemas...